Jatuh Lagi

02:22

Satu bagian dari hidup yang paling gue benci adalah, ketika gue dipertemukan tapi tidak untuk dipersatukan.

Ya belakangan gue sedang sibuk ngikutin training disebuah TV Swasta diJogja. Training yang berhasil gue dapetin lewat sebuah audisi yang kebetulan waktu itu menyambangi kampus gue.


Ya audisi, setelah sekian banyak audisi, akhirnya gue diterima dipart ini. Part dimana gue lagi super sibuk ngurusin urusan kampus, keluarga, serta lembaga yang kebetulan gue diamanahin sebagai ketuanya.


Awalnya gue ikut audisi ini cuma untuk nyoba sampe sejauh mana sih kemampuan gue?. Dan apakah nasib diaudisi ini akan sama kayak audisi-audisi sebelumnya?. Terhitung 2x audisi Stand Up Comedy, 1x audisi nyanyi di RCTI, sampe 1x audisi nyanyi di TV yang dulu terkenal dengan sinetron Naga Terbang dan Sadisnya Ibu Tiri, gue selalu terdampar dibagian yang sama, “gagal”. Iya gue “ G A G A L”.


Layaknya Colonel Sanders yang ditolak 1009 kali ketika mau diriin KFC, gue tetep kekeuh untuk ngikutin audisi. Ya setidaknya kalo emang gagal lagi, gue pengen ngabisin definisi gagal dihidup gue, lewat jalur audisi-audisi yang gue tempuh. Ya kayak yang Mario Teguh bilang “bahkan kata gagal akan ada batasnya”.


Sayangnya dengan iringan doa yang selalu gue utarain setiap mau ikut audisi “Ya Allah berikanlah yang terbaik”, gue berhasil lolos diaudisi kali ini.


Setelah lolos, gue ngikutin tahap-tahap selanjutnya. Dengan iringan rasa penasaran, dan berharap ini jawaban doa gue kepada Tuhan, gue kemudian ngikutin tahap-tahap tersebut, yang kemudian diiringi dengan gue yang mencoba mengamnesiakan tugas-tugas dan tanggung jawab gue sebagai Mahasiswa Semester 6.


Awalnya temen-temen gue udah nyuruh gue untuk berhenti ngikutin tahap-tahap lanjutan dari audisi tersebut. Karena mereka takut bakal kehilangan sepucuk, sebongkah, dan sesosok manusia bernama Ojik. Ya dengan prinsip selalu ada yang dikorban untuk sesuatu yang diperjuangkan, mereka ngerasa gue akan ngorbanin mereka dan ninggalin mereka demi memperjuangkan posisi di TV Swasta itu.


Cuma dengan keras kepala, dan rasa penasaran untuk ngetes sampe sejauh mana gue bisa bertahan dan melangkah, akhirnya gue mutusin buat lanjut ketahap-tahap selanjutnya, hingga akhirnya gue diterima sebagai 15 orang Traine yang diambil dari 900 orang ketika mengikuti audisi.


Ya gue berhasil menapaki garis finish diaudisi ini.


Lalu ga lama kemudian, kita semua ke15 finalis atau 15 peserta training dikumpulkan. Seperti biasa gue dengan santai duduk dan merhatiin sekitar. Belum sempet mata gue berkeliling 360 derajat ngeliat sekitar, tau-tau mata gue tertahan disudut 90derajat. Ya mata gue seolah membeku ngeliat sesosok wanita berbaju hitam dan rok abu-abu, berkacamata serta rambut hitam yang terurai. Ya lagi-lagi mata gue bertindak kurang ajar, untuk memaksa otak gue berpikir “siapakah dia?”.


Belum sempet otak gue mengirim sinyal balik kemata agar melanjutkan tugasnya untuk melihat sekitar. Kita dikagetkan dengan suara para trainer yang kemudian membuka sesi pada hari itu.


Mungkin Tuhan tau bahwa otak gue masih penasaran dengan sesosok perempuan yang gue liat barusan, sehingga kita masuk kesesi perkenalan. Masing-masing orang mulai mengenalkan dirinya masing-masing, yang tentu saja tidak mendapat respon dari otak gue yang masih fokus untuk berpikir dan menerka siapa gadis barusan. Bahkan sangking khusyuknya otak gue untuk berpikir, gue harus ditegur untuk bisa melanjutkan perkenalan. Dan ya tak lama kemudian sampailah giliran si Gadis berambut hitam ini untuk berkenalan. Belum sempat dia mengeluarkan satu kata, keluar senyum simpul manis seolah untuk menyapa semuanya.


DANG! Bukan rambut, bukan baju, bukan rok. Senyum itu yang mungkin dari tadi tertangkap oleh otak gue secara ga sadar. Ya gue jatuh hati sama senyum itu. Senyum yang bisa bikin melting, mengundang rindu, serta membunuh waktu. Ditambah imbuhan gingsul disudut kiri gigi atasnya, menambah rasa manis dari sebuah senyum yang mungkin selama ini gue cari. Ya bahkan Fir’au akan minta dihidupkan lagi ketika melihat senyum ini.


“Saya Ayana dari Universitas Sastranegara”. Kata yang kemudian ngebuat tangan gue gatel untuk langsung ngebuka Instagram dan mencari tentang siapa dirinya. Ga perlu lama nyari, gue langsung nemuin profil atas nama serupa, dan ga perlu waktu lama buat gue untuk mencet tombol follow berwarna ijo yang gue harap menjadi awal dari penjajakan sebuah hubungan yang dimulai dari sebuah senyuman.


Mungkin takut dikira anak sombong atau anak songong yang ga mau bergaul dengan siapapun, ga perlu waktu lama buat gue nunggu doi ngefollbak akun gue.


Dari follback itulah, orientasi yang awalnya hanya mengikuti audisi dan mengetes sampe sejauh mana batas diri berubah menjadi “demi melihat senyum Ayana”.


Ya hari-hari gue diTraining bukan untuk belajar, atau berkompetisi. Tapi lebih untuk menikmati senyum yang dapat membuat bahagia hati. Ya dengan senyum Ayana, gue seolah bisa melupakan pikiran-pikiran diotak gue yang ternyata semakin banyak.


Sialnya entah kenapa, beberapa hari kemudian masalah secara bertubi-tubi menghampiri gue. Masalah yang mau ga mau kemudian ngebagi fokus gue. Senyum Ayana yang menjdi obat ampuh sekarang hanya menjadi sedikit penenang dari pikiran-pikiran gue.


Ya fokus terbagi, gue akhirnya ga optimal selama training. Itu yang ngebuat gue lupa bahwa ditraining ini adalah kompetisi. Yang mau ga mau semua orang harus mengeluarkan yang terbaik, demi melepaskan gelar peserta training, dan mendapatkan gelar pegawai disini. Dan gue gagal bersaing disini.


Kegagalan itu yang ngebuat gue akhirnya harus dieliminasi dan cabut duluan dari semua peserta yang ada. Dan ya gue kehilangan kesempatan untuk melihat dan menikmati senyum Ayana lebih lama.


Ya semua menjadi satir, awal kebahagiaan yang gue dapatkan diawal semua mendadak sirna. Senyum Ayana, dan semuanya mendadak menjadi seperti sebuah mimpi indah dan cerita. Yang bahkan jika cerita itu ga gue tulisin, mungkin bakal hilang dari ingatan.


Tapi terlepas dari itu semua, mungkin Tuhan punya maksud lain dengan kita yang dipertemukan. Terlepas dari kita yang mungkin tidak dipersatukan, tapi terimakasih karena sebuah senyuman manis itu, dapat mengobati sedikit pikiran penat yang ada dikepala. Sekali lagi terimakasih Ayana.

You Might Also Like

0 komentar