Hidup.

21:30

Ah, sepertinya sudah lama.
Sudah lama ga nulis di blog ini.
Belakangan hidup berputar dengan menyenangkan sekaligus menyebalkan.Ga kayak biasanya, perputaran ini sangat cepat, sangat sangat cepat.
Perputaran yang ngebuat gue harus lagi-lagi dikarbit agar bisa adaptasi dengan cepat.

Gue wisuda.
Seneng?.
Jelas.
Akhirnya pengorbanan Ayah Ibuk serta doa Adek dirumah bisa terwujud dengan Mohamad Mozaik Al Isamer HA yang wisuda. Rasa ragu yang pernah ada bahwa kayaknya gue ga bisa kuliah sampe sarjana, akhirnya terbantahkan dengan gue yang wisuda pada tanggal 27 Januari 2018 kemarin. Ibuk nangis, gue nangis, Ayah dan Adek di rumah juga nangis. Kita semua nangis bangga. Karena akhirnya kuliah yang susah ini selesai juga. Kuliah yang susah dengan konotasi sama disetiap jalannya. Kuliah yang penuh drama disetiap persimpangannya. Keparat!

Semua bersuka cita ketika hari wisuda.
Terlebih Ibuk yang harus naek bis menuju Jogja selama 3 hari 2 malam.
Ibuk yang berangkat sendiri karena satu dan lain hal yang ngebuat Ayah dan Adek ga bisa berangkat.
Waktu Ibuk pulang, konon Adek cerita bahwa "semua orang diceritain bang sama Ibuk kalo Abang sudah WISUDA".
Ya untuk kali itu gue cuma bisa tertawa kecil, dan membiarkan tanpa perlu membantah apa yang Ibuk lakukan. Karena gue tau, pengorbanan dan jalan apa yang keluarga kami tempuh demi gue yang ingin jadi SARJANA. Demi gelar S.I.kom di ujung nama lebih tepatnya.

Ah, hari itu ga ada masalah semua suka cita.
Tawa lepas seperti manusia merdeka dikumandangkan oleh manusia-manusia bertoga yang hari itu ikut wisuda.

Semua bahagia.
Sampai kita lupa.
Bahwa hidup harus kembali berjalan, dan kita yang bersama harus berpisah.

Pertemanan yang disatukan akan kepentingan yaitu kuliah harus dipisahkan. Ah bukan bermaksud pertemanan ini hilang. Yang gue maksud adalah, kita yang bersama menjadi tak lagi bersama.


Kita yang selalu bersama harus berpisah.
Para alumni penggemar JKT48 yang punya mimpi tinggi ini harus dipisahkan gara-gara telah wisuda.
Telah wisuda dan menjadi sarjana, akhirnya memiliki makna berbeda.
Kami yang wisuda, harus melanjutkan mimpi kami bersama yang berbeda, yang akhirnya berarti kami berpisah. Mengucapkan kata sampai jumpa, dan berjanji bertemu di langkah selanjutnya.

Keparat, ini kenapa jadi menyedihkan.

Dimulailah Heri. Anak Lombok yang bercita-cita ingin melanjutkan S2 di bidang film ke luar Indonesia.
Disusul Fadlan. Anak Makasar yang sekolah di Malang, Surabaya, dan sekarang menetap di Bali yang harus pulang ke Makasar karena kerja di PSM Makasar.
Ah terus terang saja, peralihan ini sangat menyebalkan.
Selama merantau di Jogja, pertemanan gue ga banyak. Ga sebanyak orang-orang yang mungkin jika dimusuhi atau memusuhi ga bingung untuk nyari kemana tempat atau lingkungan baru.
Semua dilakuin sama-sama. Sama-sama mereka. Dari buka mata, gue maen ke kamar Fadlan. Pas mau tutup mata, pasti gue abis dari kamar Fadlan. Begitu setiap hari selama 4 tahun kuliah, dan hampir 5 tahun hidup di Jogja.

Hubungan dengan mereka, bahkan ngalahin hubungan gue selama 5 tahun ini terhadap keluarga dirumah yang mungkin bisa intens selama 1 bulan ketika lebaran.

Banyak cerita, banyak tawa, dan selip air mata dari pertemanan ini.
Sampe akhirnya sedih benar-benar menjadi penutup cerita kita ketika selesai kuliah di Jogja.

Mereka semua orang-orang hebat.
Setidaknya itu yang gue percaya.
Mereka semua sahabat-sahabat terkuat dan terhebat.
Ah jadi sedih gini, bangsat.

Ketika mereka satu demi satu pergi meninggalkan Jogja.
Gue ngerasa kosong.
Gue ngerasa hampa.
Seperti ada yang hilang di diri gue.

Seperti ada alasan yang hilang kenapa gue bangun di Jogja.
Seperti ada alasan yang hilang kenapa gue masih menikmati jalan kaliurang dan hiruk pikuknya Jogja.

Jogja mungkin masih sama.
Tapi perasaan gue ga sama.
Hambar.
Ini juga yang mungkin ngebuat gue nyari-nyari alasan untuk "udah apa sekarang giliran gue yang ninggalin Jogja ya".

Menguatkan.
Melihat mimpi yang masih berhamburan kesana kemari.
Dan tak ada teman sekomplit dulu untuk menemani.
Membuat kata "akhirnya kaki harus kembali dipaksa berjalan mandiri".

Gue mulai mencari pekerjaan.
Kesana kemari.

Sebutlah apa yang kalian tau lowongan baru-baru ini dari bidang Ilmu Komunikasi.
Pasti sudah khatam gue ikuti.

Dengan awal setengah hati gue coba mengikuti.
Ah, gue masih ingin jadi penulis hebat dan punya poster film yang jadi standar alasan orang untuk datang menonton.
Setidaknya itu yang masih diyakini.

Pada akhirnya, banyak pekerjaan yang menolak dan gue tolak.
Panggilan interview, ga datang.
Tes TPA, ga lolos.
Training 1 hari, resign.
Entah dalam jumlah berapa kali itu terjadi.

Sampe akhirnya gue diterima di perusahaan baru ini.
Perusahaan yang ngebuat gue setidaknya menulis lagi.
Menulis setelah perasaan malas dan lesu karena seperti ada yang hilang kayak tadi yang gue bilang.

Entahlah.
Terlalu banyak yang gue lewati baru-baru ini.
Sampe gue juga bingung dan cuma bisa bilang "yaudah jalani".

Ah dari semua itu.
Setidaknya ada sumbu yang tak jadi padam.
Kabar bahwa kamu yang tak jadi menikah meninggalkanku.
Setidaknya jadi percikan api untuk membakar lagi semangatku.
Semangat untuk setidaknya bisa bertemu dan berkumpul lagi sama sahabat ah bukan maksudku keluarga-keluarga terbaikku yang dipertemukan di kampus dengan almamater biru.
Sengaja ditulis aku kamu, karena kalimat "AKU CINTA KAMU", selalu berakhir dengan huruf U.








You Might Also Like

0 komentar